Sitinjausumbarnews.com -Korban kekerasan seksual terhadap anak perempuan dan anak berhadapan dengan hukum (ABH) terus meningkat dan memprihatinkan. Sejak Januari hingga September 2023 sudah 58 kasus yang dilayani Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Delima Kota Pariaman.
Demikian
diungkapkan Pimpinan RPSA Delima Kota Pariaman Fatmayetti Kahar kepada
mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Indonesia (PMI)-A Universitas Islam Negeri Imam Bonjol (UIN IB)
Padang yang melakukan studi lapangan, Kamis (28/9/2023). RPSA Delima yang
berlokasi di Desa Cubadak Air Kecamatan Pariaman Utara Kota Pariaman, dirintis
sejak tahun 1990. Sampai tahun 2014, lembaga ini masih banyak pihak yang
menghalangi dan meremehkan. “Alhamdulilah, sekarang diakui dan mendapat
penghargaan bintang emas dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak RI,” kata Fatmayetti Kahar.
Dikatakan,
Fatmayetti Kahar yang akrab disapa Teta Sabar ini, dari 58 kasus tersebut,
sebanyak 8 kasus anak melanggar hukum. Sedangkan sisanya, 50 kasus merupakan
korban tindak kekerasan seksual dan pelecehan seksual. “Ironisnya pelaku dari
tindak kekerasan tersebut adalah ayah, guru, mengaji, anggota keluarga terdekat
dari korban,” kata Teta Sabar.
Dari kasus yang
ditangani, lima anak diantaranya tertangkap di hotel di Padang. Mereka mengaku
dibayar Rp 300.000 sekali diajak “bermain” di Padang. Mereka tidak lagi sebagai
korban, tapi anak yang mengorbankan diri untuk diperlakukan tindakan pelecehan seks.
Mereka terjerumus masuk partai goyang dan jendela SMP. Satu dari kasus yang
ditangani lesbi berumur 14 tahun yang sudah menyenangi sesama jenisnya. Di Kota
Pariaman terdapat 16 kasus dari semua kasus yang ditangani, kata Teta Sabar.
Dosen Pengampu mata
kuliah Analisis Problema Sosial PMI-A UIN IB Padang Armaidi Tanjung
menyebutkan, studi lapangan ke RPSA Delima dimaksud agar mahasiswa memahami
masalah sosial yang terkait dengan tindakan kekerasan terhadap perempuan dan
anak-anak berhadapan dengan hukum. “Dari layanan yang diberikan RPSA Delima
kepada anak perempuan korban kekerasan/pelecehan seksual dan anak-anak
berhadapan dengan hukum, mahasiswa bisa melihat keterkaitannya dengan masalah
lainnya,” kata Armaidi, penulis buku ini.
Dikatakan Armaidi,
meningkatnya tindakan kekerasan seksual dan anak berhadapan hukum ini patut
diketahui mahasiswa dan masyarakat agar kasus tersebut bisa berkurang di tengah
masyarakat. Apalagi mahasiswa pengembangan masyarakat Islam yang diharapkan
terjun ke masyarakat, harus mengetahui dan memahami masalah ini. Sehingga mampu
berperan untuk mencegah terjadinya kasus tersebut di lingkungannya. “Begitu
juga jika menemukan kasus kekerasan
seksual terhadap perempuan dan anak berhadapan dengan hukum bisa melakukan sesuatu
agar perempuan anak bisa bangkit dari masalah yang menimpanya,” kata Armaidi
menambahkan.
Ketua Kosma PMI-A
Ade Irwandi menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan RPSA Delima Teta Sabar
yang sudah memberikan penjelasan aktifitas layanan di RPSA Delima. Banyak ilmu
pengetahuan dan informasi yang diperoleh dalam pelayanan anak-anak korban
tindak kekerasan seksual dan anak berhadapan dengan hukum. “Pengalaman merintis
dan menjalani pelayanan di RPSA yang dilakukan Teta Sabar memang memberikan motivasi
untuk berbuat sesuatu dengan keikhlasan dan tahan banting dari ocehan, hinaan dan
cacian dari pihak-pihak yang tidak memahami perjuangan membela anak-anak bangsa
yang bermasalah,” kata Ade Irwandi.
“Yang jelas, kami
mahasiswa yang datang sebanyak 28 orang ini memiliki wawasan terhadap masalah sosial
anak-anak korban pelecehan seksual dan anak berhadapan dengan hukum. Pengalaman
dan ilmu yang diperoleh di RPSA ini
sangat berarti bagi kami. Mudah-mudahan bisa membentengi diri, keluarga dan
lingkungan di masing-masing mahasiswa yang mengikuti studi lapangan ini,” kata
Ade Irwandi mengakhiri.
Pertemuan ditutup
dengan penyerahan piagam penghargaan kepada Teta Sabar, foto bersama dosen
pengampu dan Teta Sabar.