Sejarah Tabuik Pariaman

0


Oleh : Mustari  (Guru MTsN 6 Padang Pariaman)    

Awal sejarah Upacara Tabuik dimulai ketika bangsa Cipei yakni sisa pasukan Inggris (Gurkha) membawa masuk perayaan tabuik dari Bengkulu ke daerah Pariaman. Peristiwa itu terjadi setelah perjanjian Traktat London tahun 1824 antara Inggris dan Belanda. Upacara Tabuik menjadi peringatan akan terbunuhnya seorang imam yang begitu dikagumi oleh pengikut kaum Syiah. Tradisi itu berkaitan erat dengan meninggalnya cucu Nabi Muhammad, Husein bin Ali bin Abi Thalib, di Padang Karbala tahun 681 Masehi.

Menurut kisah yang diterima masyarakat secara turun temurun, ritual ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi. Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh dari timur tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan India penganut Syiah. Pada 1910, muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat, sehingga berkembang menjadi seperti yang ada saat ini.

Dalam peperangan melawan tentara Yazid bin Muawiyah, Husein bin Ali dipancung, jasadnya dicincang lalu kepalanya dipisahkan dari tubuhnya. Setelah Husein dibunuh, arak-arakkan yang dibawa serombongan malaikat tiba-tiba turun dari langit.Semua bagian tubuh Husein yang terbelah dimasukkan ke dalam arak-arakkan dan dibawah terbang. Seekor burak naik ke langit. Tanpa diketahui malaikat, seseorang dari bangsa Cipei ikut bergantung pada keranda yang membawa mayat Husein.

Di tengah perjalanan, malaikat menyuruh orang Cipei tersebut untuk kembali ke bumi. Sempat tidak menuruti perkataan malaikat tetapi akhirnya turun ke bumi, orang Cipei itu kemudian menuruti anjuran malaikat untuk membuat arak-arakkan yang dilihatnya.
Sejak saat itu, bangsa Cipei menyelenggarakan arak-arakkan dalam wujud tabut yang dibawa berkeliling kampung pada setiap awal bulan. Tradisi itu pun dikenal dengan Upacara Tabuik oleh masyarakat Pariaman dan diselenggarakan secara turun menurun.

Upacara Tabuik atau sering disebut batabuik (pesta tabuik) merupakan tradisi masyarakat Pariaman di Sumatera Barat. Kata "tabuik" berasal dari bahasa Arab yaitu at-tabut. Tabut sendiri dapat diartikan sebagai peti atau keranda dalam bahasa Arab (Ibrani).

Sedangkan menurut orang Mesir kuno, tabut dikenal menjadi tempat meletakkan mayat berupa peti terbuat dari batu atau kayu. Di Pariaman, tabuik berarti keranda bambu, kayu, atau rotan berhiaskan bunga salapan yang diibaratkan usungan mayat Husein bin Ali.

Gerakan-gerakan yang ditampilkan selama proses Upacara Tabuik menggambarkan kekerasan saat peperangan antara Husein dan tentara Muawiyah terjadi. Ada ekspresi kekecewaan dan duka mendalam terkait peristiwa yang terjadi.Tak hanya gerakan, situasi simbolik dalam Upacara Tabuik juga dilihat dari aspek fisik (benda) yang digunakan. Selain itu, hingga kini, Ritual ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi.

Awalnya, tabuik memang hanya ada satu, yaitu tabuik pasa. Sekitar tahun 1915, atas permintaan segolongan masyarakat, dibuat  tabuik yang lain.  Dari kesepakatan itu diadakan Tabuik dari daerah seberang dengan nama Tabuik Subarang.

Maka Tabuik menjadi  dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman. Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik. Adapun tabuik subarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa.

Karenanya, tabuik yang kedua ini diberi nama tabuik subarang. Salah satu riwayat sesepuh masyarakat mencatat kejadian tersebut diperkirakan terjadi tahun 1916, tetapi ada pula riwayat yang menyebutkan tahun 1930. Pembuatan tabuik subarang tersebut tetap mengikuti tata cara yang sebelumnya telah berlaku di wilayah Pasa.

Mulai tahun 1982, perayaan tabuik dijadikan bagian dari kalender pariwisata Kabupaten Padang Pariaman yang kini menjadi  kalender Kota Pariaman. Karena itu terjadi berbagai penyesuaian salah satunya dalam hal waktu pelaksanaan acara puncak dari rangkaian ritual tabuik ini. Jadi, meskipun prosesi ritual awal tabuik tetap dimulai pada tanggal 1 Muharam, saat perayaan tahun baru Islam, tetapi pelaksanaan acara puncak dari tahun ke tahun berubah-ubah, tidak lagi harus pada tanggal 10 Muharam.

Rangkaian tradisi tabuik di Pariaman terdiri dari tujuh tahapan ritual tabuik, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkekhoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.

Prosesi mengambil tanah dilaksanakan pada 1 Muharam. Menebang batang pisang dilaksanakan pada hari ke-5 Muharam. Mataam pada hari ke-7, dilanjutkan dengan mangarak jari-jari pada malam harinya. Pada keesokan harinya dilangsungkan ritual mangarak saroban.

Pada hari puncak, dilakukan ritual tabuik naik pangkek, kemudian dilanjutkan dengan hoyak tabuik. Hari puncak ini dahulu jatuh pada tanggal 10 Muharam, tetapi saat ini setiap tahunnya berubah-ubah antara 10-15 Muharam, biasanya disesuaikan dengan akhir pekan. Sebagai ritual penutup, menjelang maghrib tabuik diarak menuju pantai dan dilarung ke laut.

Setiap tahunnya, puncak acara tabuik selalu disaksikan ratusan ribu pengunjung yang datang dari berbagai daerah Indonesia. Tidak hanya masyarakat lokal saja, festival ini pun mendapat perhatian dari banyak turis asing yang membuatnya menjadi perhelatan besar yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya.

Upacara Tabuik ditetapkan pemerintah Pariaman sebagai agenda pariwisata. Rutin diadakan setiap tahun menyebabkan terjadinya pergeseran makna dari Upacara Tabuik. Dahulu dianggap ritual khusus keagamaan Islam Syiah tetapi kini dimaknai hiburan dan atraksi kesenian untuk menarik pengunjung lokal dan mancanegara.

 

Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top