Oleh : Zahirman Kadar*)
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) adalah salah satu pilar penting dalam demokrasi. Proses ini memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpin daerah yang akan mengarahkan kebijakan pembangunan dan pelayanan publik.
Namun, belakangan ini, Pilkada sering diwarnai oleh berbagai bentuk kampanye negatif (negative campaign) yang dapat merusak esensi demokrasi itu sendiri. Pilkada santun tanpa negative campaign perlu diperjuangkan untuk membangun demokrasi yang sehat, bermartabat, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Pilkada serentak pada tanggal 27 November 2024 akan digelar di 545 daerah di Indonesia, yang meliputi 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Di dalam pemilihan ini, terdapat 1.467 pasangan calon yang mencakup tingkat Gubernur, Bupati, dan Wali kota. Dari jumlah tersebut, 100 pasangan calon berkompetisi untuk jabatan Gubernur, 1.095 untuk Bupati, dan 272 untuk Wali kota. Selain itu, ada juga 48 calon tunggal serta 51 pasangan calon yang maju melalui jalur independen.
Apa Itu Negative Campaign?
Negative campaign adalah strategi kampanye yang bertujuan untuk menjatuhkan lawan politik melalui serangan personal, penyebaran informasi yang menyesatkan, dan bahkan fitnah. Serangan ini biasanya berfokus pada kelemahan atau kesalahan masa lalu kandidat lawan daripada mempromosikan ide atau program kerja yang dimiliki kandidat yang berkampanye.
Meskipun negative campaign sering dianggap efektif dalam merusak citra lawan, dampaknya sangat destruktif terhadap demokrasi dan moralitas politik. Pilkada seharusnya menjadi ajang bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang visi, misi, dan program kerja dari para calon pemimpin, bukan sekadar ajang untuk menciptakan permusuhan dan memecah belah masyarakat.
Berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, terutama dalam Undang-Undang Pemilu dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang kampanye negatif dalam Pilkada. Beberapa aturan dan pasal terkait antara lain:
Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada : Pasal 69 huruf b dan c:
Pasal ini melarang pasangan calon atau tim kampanye untuk menghina seseorang, agama, suku, ras, atau golongan tertentu. Kampanye yang berisi fitnah dan menyebarkan kebencian dilarang karena dapat memicu konflik dan merusak persatuan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu : Pasal 280 ayat (1):
Kampanye dilarang berisi penghinaan, fitnah, dan menyebarkan informasi palsu atau yang menyesatkan. Pelanggaran aturan ini bisa berakibat pada diskualifikasi kandidat atau sanksi lainnya.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Umum : Pasal 57 ayat (1) :
Dalam kampenye dilarang :
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon walikota, calon wakil walikota, dan/atau partai politik;
c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat;
Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
Bawaslu memiliki kewenangan untuk menindak segala bentuk kampanye yang mengandung unsur negatif, seperti fitnah, ujaran kebencian, dan kampanye hitam yang melanggar norma hukum dan etika.
Jika ditemukan pelanggaran atas aturan ini, Bawaslu dan KPU dapat menjatuhkan sanksi, termasuk peringatan, pembatalan calon, atau proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Mengapa Pilkada Santun Tanpa Negative Campaign Penting?
Membangun Demokrasi yang Sehat
Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memberikan ruang bagi setiap kandidat untuk menyampaikan gagasan, visi, dan misi yang membangun. Negative campaign merusak suasana demokratis dengan menutupi gagasan-gagasan positif yang seharusnya menjadi pusat perhatian pemilih. Dengan mengedepankan kampanye positif, masyarakat dapat memilih berdasarkan kualitas kandidat, bukan hanya dari persepsi negatif yang diciptakan oleh kampanye hitam.
Menghindari Politisasi SARA
Negative campaign sering kali berbahaya karena bisa memanfaatkan isu-isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) untuk memprovokasi masyarakat. Kampanye semacam ini tidak hanya menodai proses demokrasi, tetapi juga merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Pilkada santun menghindari penggunaan isu-isu yang bisa memecah belah dan berfokus pada agenda-agenda nyata yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Menciptakan Pemimpin Berkualitas Pilkada yang penuh dengan kampanye negatif sering kali lebih mengutamakan popularitas instan daripada kualitas calon. Dalam proses yang bersih dan santun, kandidat dipaksa untuk mengandalkan program kerja yang konkret dan inovatif sebagai alat utama untuk menarik simpati masyarakat.
Hal ini akan mendorong lahirnya pemimpin yang berkualitas dan benar-benar siap bekerja untuk kepentingan rakyat.
Mengedukasi Pemilih
Pilkada adalah kesempatan untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Dengan kampanye yang santun dan penuh gagasan, pemilih dapat belajar untuk mengenali kandidat yang memiliki visi dan program terbaik untuk mereka. Sebaliknya, kampanye negatif hanya memberikan pendidikan politik yang salah, di mana masyarakat diajarkan untuk lebih memprioritaskan citra buruk lawan daripada ide-ide konstruktif.
Membentuk Iklim Politik yang Damai
Pilkada yang penuh dengan serangan negatif dan fitnah sering kali memanaskan suasana politik. Hal ini bisa berdampak pada ketegangan di masyarakat, terutama di antara pendukung masing-masing calon. Dengan mengedepankan Pilkada santun, setiap kandidat dan pendukungnya akan belajar untuk berkompetisi secara sehat, tanpa harus saling menjatuhkan.
Langkah-Langkah Menuju Pilkada Santun
Komitmen Kandidat untuk Kampanye Positif
Para kandidat harus menegaskan komitmennya untuk menjalankan kampanye yang fokus pada visi, misi, dan program kerja, serta menghindari segala bentuk serangan personal atau kampanye hitam.
Peran Media dalam Menjaga Etika Kampanye
Media massa dan media sosial harus berperan aktif dalam menyaring informasi yang disebarkan kepada publik. Penyebaran berita bohong (hoax) atau konten yang berisi fitnah harus dihindari. Media juga dapat mendorong perdebatan dan diskusi yang berfokus pada isu-isu kebijakan daripada sensasi politik.
Pengawasan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu
KPU dan Bawaslu harus berperan tegas dalam menindak kampanye negatif dan memberikan sanksi yang berat kepada pihak yang melanggar. Selain itu, mereka juga harus mendorong debat publik yang konstruktif di mana kandidat bisa memaparkan ide-ide mereka secara jelas.
Partisipasi Masyarakat dalam Mengawal Pilkada
Masyarakat perlu proaktif dalam menolak kampanye negatif dan fitnah. Pemilih yang cerdas akan memilih kandidat berdasarkan kualitas dan program kerja, bukan berdasarkan isu-isu yang memecah belah. Gerakan masyarakat untuk Pilkada damai dan santun perlu diperkuat melalui berbagai kanal, baik di dunia nyata maupun di media sosial.
Pilkada santun tanpa negative campaign adalah cermin dari masyarakat yang dewasa dalam berdemokrasi. Dengan menghindari serangan negatif, fitnah, dan politisasi isu-isu sensitif, kita dapat menciptakan proses pemilihan yang sehat, damai, dan berfokus pada kualitas kandidat. Pada akhirnya, Pilkada yang bersih dan bermartabat akan melahirkan pemimpin yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat serta menjaga persatuan bangsa.