Sitinjausumbarnews.com - Peristiwa tahun 1990 sampai 1995 adalah fase perangsangan dalam gerakan mahasiswa di Indonesia. Artinya, secara teoretis gerakan sosial, dalam periode baru dalam tahap kedua setelah masa ketidaknyamanan makin tinggi di tengah masyarakat. Dalam dunia kampus kehidupan mahasiswa berhadapan dengan situasi pemerintahan yang semakin otoriter terhadap kehidupan kampus. Pimpinan kampus berubah menjadi pengawal pemerintah untuk selalu mengawasi kehidupan mahasiswa saat itu. Kondisi inilah sekitar tahun 1990-an awal mulai terjadi kritikan terhadap Orde Baru dalam aksi aksi akademik berupa tulisan dan diskusi-diskusi di kampus kampus, dan kondisi ini tidak bisa dilarang oleh pemerintah karena tajuknya tetap akademik.
Demikian diungkapkan aktivis mahasiswa era 1990-an
Dr. Hendra Naldi, S.S., M.Hum, Sabtu (7/12/2024) di hadapan peserta bedah buku
Dinamika Pemikiran dan Gerakan Mahasiswa Sumatera Barat Era 1990-an, yang
ditulis Armaidi Tanjung, Sekretaris SatuPena Provinsi Sumatera Barat. Bedah
buku diselenggarakan Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang (FDIK UIN IB)
Padang di aula FDIK lantai 2 kampus FDIK UIN IB Padang, Sungai Bangek, Padang.
Bedah buku yang dibuka Dekan FDIK UIN IB Padang Dr.
Wakidul Kohar, M.Ag, menghadirkan juga
pembicara Pemimpin Redaksi Sigi24.com Ahmad Damanhuri, SH, Tuanku Mudo,
Redaktur Harian Singgalang Eriandi, S.Sos, M.I.Kom dan moderator Dimel Abnai Fajri Yento. Hadir Wakil Dekan
Bidang Perencanaan dan Keuangan Dr. Nora Zulvianti, SS, MM.
Dikatakan Hendra,
penulis buku ini, hidup di zaman menjelang runtuhnya Orde Baru sebagai
gantinya era reformasi. Sebagai mahasiswa sekaligus wartawan sangat kreatif dan
terus terpancing untuk selalu aktif hadir dalam diskusi-diskusi mahasiswa.
Banyak tulisannya termasuk menjadi bahan
bacaan bagi mahasiswa. Cukup banyak menulis, dan banyak juga liputan-liputan yang dilakukan sebagai
wartawan berkaitan dengan dunia mahasiswa.
“Kehadiran buku ini adalah bukti nyata Bung Armaidi
hadir dalam zaman yang penuh warna - berdebat dengan warna paradigma ke ilmuwan
yang mengasyikkan- tersebut. Tidak banyak yang bergerak dalam dunia menulis ini
pada dekade itu, dari kampus swasta dan cukup kecil, tidak terlalu terkenal
saat itu. Beliau muncul di kampus itu. Ada beberapa penulis mahasiswa saat itu
tapi umumnya dari kampus- kampus besar, paling banyak menulis berasal dari
mahasiswa Universitas Andalas dan IAIN Imam Bonjol (sekarang UIN) serta
anak-anak IKIP Padang (UNP),” kata Hendra yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang.
Dekan FDIK UIN IB Padang Wakidul Kohar menyebutkan,
bedah buku ini penting bagi mahasiswa untuk lebih memberikan motivasi menulis.
Hadirnya buku ini menunjukkan bahwa mahasiswa tempo dulu menjelang berakhirnya
orde baru juga sudah berbuat menuangan pikiran-pikirannya. Selain itu, penulis
buku ini juga aktivis organisasi ketika mahasiswa.
“Mudah-mudahan bedah buku ini menjadi inspirasi dan
motivasi bagi mahasiswa yang mengikutinya,” kata Wakidul Kohar, yang juga
aktivis semasa mahasiswanya.
Wakidul Kohar menyebutkan, menulis itu sangat erat
kaitannya dengan kehidupan. Sehingga menulis itu adalah kewajiban.
"Ilmu itu liar, maka ikatlah dengan menulis.
Nabi pertama yang menulis adalah nabi Idris. Menulis
juga terkait dengan karir seseorang. Seperti rektor, syaratnya profesor,
profesor terkait dengan hasil karya tulisnya, mereka yang rajin menulis cepat
profesor. Tamat kuliah pun harus menulis," kata Wakidul Kohar.
Penulis buku, Armaidi Tanjung menyebutkan, buku ini terdiri dari tujuh bagian. Dimulai dari pendahuluan, menyusul Bagian I: Mahasiswa dan Perguruan Tinggi memuat 11 tulisan. Bagian II: Pendidikan memuat 10 tulisan. Bagian III: Agama memuat sebanyak 10 tulisan. Bagian IV: Keluarga dan Wanita memuat 8 tulisan. Bagian V: Anak dan Remaja memuat 8 tulisan. Bagian VI: Pengendalian Penduduk memuat 12 tulisan. Bagian VII: Pembangunan dan Masalah Sosial memuat 15 tulisan. Bagian VIII: Dari Berita ke Berita ada 28 tulisan, kemudian foto-foto. (R/*)