Oleh Dr. H. Roni Faslah, M.A
(Dosen
STIT Syekh Burhanuddin & Ketua LPBH-NU Padang Pariaman)
Malam Lailatul Qadar adalah malam yang
lebih baik dari seribu bulan (Surah Al-Qadr, 97:1-5), malam yang istimewa dalam
penuh ampunan, keberkahan, dan rahmat. Orang yang mendapatkan malam Lailatul
Qadar akan merasakan ketenangan dan kelapangan batin, karena dosa-dosanya telah
diampuni oleh Allah dan mendapatkan rahmat-Nya berkat ibadah yang dilakukan
dengan ikhlas.
Tidak semua orang dapat meraih malam
Lailatul Qadar. Meskipun banyak orang telah beribadah, melaksanakan salat
malam, berdoa, berzikir, dan beriktikaf di masjid, mereka belum tentu
mendapatkan malam yang mulia ini. Hal ini mungkin karena ibadah yang dilakukan
belum sempurna, baik secara lahir maupun batin.
Hanya orang-orang pilihan yang
dipertemukan dengan malam Lailatul Qadar oleh Allah SWT, seperti orang-orang
saleh, para alim ulama, dan para wali Allah. Mengapa tidak semua orang bisa
mendapatkannya? Bagaimana cara meraih malam Lailatul Qadar?
Malam Lailatul Qadar hanya diperuntukkan
bagi mereka yang senantiasa memperbaiki diri, selalu bertaubat kepada Allah,
menjaga diri dari dosa, mencintai Allah dan dicintai-Nya, serta selalu
memberikan manfaat dan kebaikan bagi orang lain. Selain itu, mereka
memperbanyak ibadah dengan ikhlas.
Memperbaiki Diri
Mengapa kita belum mendapatkan malam
Lailatul Qadar? Mungkin karena kita belum sepenuh hati mencintai Allah, belum
taat terhadap perintah-Nya, atau belum sepenuhnya menjauhi larangan-Nya.
Mungkin juga kita masih kurang dalam berbuat kebaikan kepada sesama, masih
memiliki banyak kekurangan, atau masih sering berbuat dosa dan lalai dalam
menjaga amal. Karena itu, Allah belum mempertemukan kita dengan malam Lailatul
Qadar.
Memperbaiki diri adalah salah satu jalan
menuju Allah. Orang yang ingin dekat dengan-Nya adalah mereka yang, setelah
berbuat dosa, segera bertaubat dengan taubat nasuha yang tidak diulangi lagi.
Taubat adalah cara untuk mensucikan diri, karena Allah sediri adalah Maha Suci.
Oleh karena itu, dalam kehidupan ini, kita harus terus memperbaiki diri dengan
menambah ilmu, meningkatkan ibadah, dan memperbaiki sikap serta perilaku.
Walaupun kesempurnaan hanya milik Allah, berusaha menjadi lebih baik adalah
bagian dari ibadah kita kepada-Nya.
Mencintai Allah
Mahabbah adalah cinta kepada Allah. Cinta
ini adalah jalan menuju surga. Para sufi seperti Rabi’ah Adawiyah dan
Jalaluddin Rumi menempuh jalan ini demi meraih kedekatan dengan Allah. Di bulan
Ramadan, cinta ini dibuktikan dengan bertemunya malam Lailatul Qadar. Allah
memberikan hadiah ini kepada hamba-Nya yang dicintai sebagai hasil dari
perjuangan mereka dalam menjaga diri dari dosa dan memperbanyak amal, tidak
hanya di bulan Ramadan tetapi juga di luar Ramadan.
Memberi Manfaat bagi Orang Lain
Seorang hamba yang bermanfaat bagi orang
lain adalah hamba yang dicintai Allah. Seorang ulama bermanfaat melalui
ilmunya, orang kaya melalui hartanya dengan membantu fakir miskin dan anak
yatim, serta seorang pemimpin dengan memberikan keadilan kepada rakyatnya. Hal
ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
خَيْرُ
النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ
لِلنَّاسِ
"Sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad, Thabrani)
Beribadah secara Lahir dan Batin
Ibadah batin bukan hanya tentang
kekhusyukan dalam beribadah, tetapi juga tentang ketundukan hati kepada Allah
dan menjaga hati dari dosa. Ada orang yang rajin beribadah, tetapi masih
menyimpan dendam dan kebencian terhadap sesama. Ada pula yang rajin beribadah tetapi
masih sombong, hasad, atau iri terhadap orang lain. Hal-hal seperti ini dapat
menjadi penghalang seseorang untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar yang
dijanjikan oleh Allah.
Dalam kitab, Mizan al-‘Amal, Imam
al-Ghazali membagi manusia dalam beribadah menjadi tiga golongan:
- Golongan
Awam (Al-'Ammah):
Mereka yang beribadah secara lahiriah saja, tetapi belum memiliki
pemahaman mendalam tentang ibadah.
- Ahli
Ilmu (Al-Khawass):
Mereka yang memahami syarat dan rukun serta pengetahuan ibadah sesuai
dengan ilmunya, tetapi belum mencapai ibadah dengan kekhusyukan, dengan
tingkat spritualitas yang sempurna.
- Ahli
Hakikat (Khawass Al-Khawass): Mereka yang tidak hanya memahami ilmu ibadah, tetapi
juga menjalankan ibadah dengan khusyuk, penuh keikhlasan, serta ketundukan
hati kepada Allah.
Orang yang mendapatkan Lailatul Qadar
biasanya berasal dari golongan yang ketiga. Mereka tidak hanya beribadah dengan
ilmu dan amal, tetapi juga dengan jiwa yang penuh harapan dan takut kepada
Allah. Oleh karena itu, seorang mukmin seharusnya beribadah secara lahir dan
batin. Mereka yang mendapatkan malam Lailatul Qadar akan dipilih oleh Allah
menjadi manusia yang mulia, memperoleh ampunan, dan rahmat-Nya. Sesuai dengan
sabda Rasulullah SAW. "Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar
dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu."(HR. Bukhari & Muslim).