Kebangkitan Kaum Tarekat Syattariyah dan Solusinya Bagi Masyarakat Modern

0


Oleh Dr. H. Roni Faslah, M.A

(Dosen STIT Syekh Burhanuddin & Ketua LPBH-NU Padang Pariaman)

Kaum Tarekat Syattariyah di Sumatera Barat kembali bersatu dan bangkit. Inilah salah satu hasil dari pertemuan diskusi yang diadakan pada hari Selasa, 8 April 2025, pukul 20.00 wib., di Pasar Kuraitaji, Pariaman. Pertemuan ini dihadiri oleh  tokoh ulama, cendekiawan, dan intelektual. Suasananya sangat menyenangkan—tidak sekadar ajang melepas rindu, tetapi juga menghasilkan ide dan gagasan yang akan ditindaklanjuti ke depannya.

Tarekat merupakan bagian dari ajaran tasawuf—jalan menuju Allah yang menekankan kesucian diri dan kedekatan kepada Sang Pencipta. Kaum Syattariyah adalah golongan yang mencintai kedamaian dan ketenangan jiwa.

Gagasan kebangkitan ini digulirkan oleh salah satu khalifah Syekh Burhanuddin, yaitu Tuanku Ali Bakri dari Ulakan Tapakis. Gagasan ini lahir dari kecintaan beliau terhadap Tarekat Syattariyah dan keinginan untuk menjaga eksistensinya agar tetap memberi dampak positif, baik bagi para pengikut tarekat maupun masyarakat secara umum.

Dalam pertemuan tersebut, Tuanku Ali menyampaikan bahwa salah seorang murid beliau di Jakarta mengalami perubahan besar setelah masuk ke dalam tarekat. Perubahan tersebut terjadi secara pemikiran maupun batiniah. Ia tidak lagi merasa malu menyapu masjid, bekerja tanpa berharap imbalan, pujian, ataupun takut akan celaan. Ajaran tarekat mampu mengikis sifat individualistik dan membangun kepedulian sosial yang tinggi.

Inilah yang disebut sebagai shalih sosial—konsep yang dibangun melalui ajaran Tarekat Syattariyah. Seorang murid tarekat tidak bekerja semata-mata untuk dirinya dan keluarganya, tetapi juga untuk kepentingan umat secara ikhlas dan tulus. Karakter ini adalah bentuk nyata solusi spiritual terhadap persoalan-persoalan manusia modern.

Dr. M. Nur juga menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk dan toleran. Berbeda dengan negara-negara lain di yang mana konflik antar kelompok seperti Syiah dan Sunni tidak terjadi, di Indonesia maupun berbagai aliran paham, semua bisa hidup berdampingan. Hal ini, menurutnya, tak lepas dari peran Menteri Agama periode sebelumnya, Lukman Hakim Saifuddin, yang mencanangkan program ‘Moderasi Beragama’ sebagai upaya penting dalam menjaga keberagaman di tanah air.

Islam yang masuk ke Indonesia pun bercorak sufistik, sebagaimana dijelaskan oleh pakar sejarah intelektual Islam, Azyumardi Azra, dalam karya Jaringan Ulama. Corak ini menjadikan Islam Indonesia tidak keras dan frontal, sangat berbeda dengan kelompok yang mengatasnamakan Salafi-Wahabi yang sering membid’ahkan dan mengkafirkan saudaranya sendiri.

Menurut penulis, pemikiran yang toleran ini juga dimiliki oleh kaum Syattariyah. Mereka tidak frontal ketika dihujat atau disalahkan, justru tetap menjaga spiritualitas dan nilai-nilai budaya yang luhur. Dalam promosi doktoralnya pada tahun 2019, salah satu penguji, Prof. Azyumardi Azra, bertanya tentang bagaimana sikap para tuanku dan ulama Syattariyah terhadap tuduhan miring dari kaum Salafi terkait praktik-praktik keagamaan di Ulakan. Penulis menjawab bahwa kaum Syattariyah menghadapi hal tersebut dengan tenang dan bijaksana, tidak dengan amarah. Jawaban ini mendapat persetujuan dari Prof. Azra, yang dikenal sebagai tokoh intelektual Islam Indonesia dan dunia, serta seorang memperkenalkan  Islam yang damai dan toleran—hingga akhirnya ia pun mendapatkan gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris.

Hasil diskusi tersebut, yang dihadiri oleh Ali Bakri Tuanku Khalifah, Buya Dr. M. Nur, Penulis, Dr. Zalkairi, Dr. Abdul Salam, dan Damanhuri. Kini, Tuanku Khalifah berkeinginan untuk mengadakan pertemuan dan kajian terkait Syattariyah, dengan mengumpulkan tokoh-tokoh dan pengikut Tarekat Syattariyah se-Sumatera Barat. Rencananya, kegiatan ini akan dilaksanakan di Masjid Syekh Madinah, Sikabu Ulakan. Harapannya, rencana ini bisa terwujud untuk membangkitkan kembali semangat Tarekat Syattariyah yang lebih relevan dengan zaman, serta mampu menjadi solusi atas berbagai persoalan masyarakat modern.

Tentu saja, persiapan yang matang sangat diperlukan. Bukan hanya kesiapan panitia, tetapi juga dukungan sponsor, donatur, serta format acara yang baik, dan berbagai dukungan lainnya, agar kegiatan ini berjalan dengan sukses dan memberikan dampak positif bagi umat. ***


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top